Tatkala Umar bin Khattab hendak mengirim pasukan ke Yarmuk, Umayyah bin Al Askar Al Kinani berkata kepadanya, “Wahai Amirul Mukminin,hari ini sebenarnya saya sangat ingin ikut serta berperang kalau usia saya belum setua ini.”
Namun anaknya yang bernama Kilab, seorang yang suka beribadah dan zuhud, berkata, ”Tetapi saya, wahai Amirul Mukminin, akan menjual jiwa saya kepada Allah, saya akan menjual dunia saya untuk kepentingan akhirat saya.”
Ayahnya, Umayyah, sangat mencintai dirinya. Lalu di bawah pohon kurma miliknya dia berkata kepada anaknya, “Nak, jangan tinggalkan ayah dan ibumu yang keadaannya sudah tua dan lemah. Ayah dan ibu telah memeliharamu sedari kecil. Namun tatkala ayah dan ibumu membutuhkan kamu, kamu malah hendak pergi.”
Ayahnya, Umayyah, sangat mencintai dirinya. Lalu di bawah pohon kurma miliknya dia berkata kepada anaknya, “Nak, jangan tinggalkan ayah dan ibumu yang keadaannya sudah tua dan lemah. Ayah dan ibu telah memeliharamu sedari kecil. Namun tatkala ayah dan ibumu membutuhkan kamu, kamu malah hendak pergi.”
Anaknya, Kilab, menjawab, “Saya tetap akan pergi ikut berrperang meskipun harus meninggalkan ayah dan ibu, karena itu menurut saya yang lebih baik.”
Kemudian Kilab berangkat setelah meminta persetujuan ayahnya. Dia Nampak memperlambat jalannya. Ayahnya memandangidi bawah pohon kurma miliknya. Tiba-tiba ada seekor burung merpati yang kelihatannya berbicara kepada anaknya. Melihat tingkah burung seperti itu, sang ayah menangis. Ada seorang tua yang ikut menangis demi melihat sang ayah menangis. Sang ayah pun berdendang:
Kepada siapakah harus meminta,Dua orang tua yang mencari KilabKitab Allah, bila dia ingat kitab AllahAyah memanggil dia, saya merasa rinduSungguh demi ayahku, Kilab tidak benarKau meninggalkan ayahmuHingga gencar kedua tangannyaIbumu tidak enak minumKau tinggalkan ayahmu yang telah berusia senjaKurus kering, hampir mati tanpa kegembiraanBila kuda-kuda merumput melintas dengan cepatDia kepulkan debu di setiap perbukitanBetapa panjang kerinduannya,Dia tangisi dirimu dalam kesendirianKarena begitu sedih, pupus sudah harap kepulanganKetika merpati lembah berkicauBergerak penuh kelincahanMenuju telurnya,Kilab muncul kembali dalam ingatan
Bait-bait diatas sampai kepada Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Lalu dia mengutus seseorang untuk datang kepada Kilab. Lewat utusan tersebut Umar berkata, “Saya mendengar ayahmu sangat bersusah hati karena kamu tinggal pergi. Dengan cara bagaimana kamu biasa berbakti kepadanya?”
Kilab menjawab, “Saya berbakti kepada ayah dengan cara apa saja sebisa saya. Ayah saya, bila kuperaskan susu unta, dia akan tahu kalau susu tersebut hasil perahan saya.”
Umar radhiyallahu ‘anhu menyuruh seorang utusan untuk mengambil unta milik ayah Kilab tanpa sepengetahuannya. Lalu unta tersebut diberikan kepada Kilab untuk diperah. Kilab pun membersihkan puting unta dan memerahnya. Susu hasil perahan ditampung dalam sebuah wadah. Setelah itu susu unta tadi oleh Umar di kirimkan ke ayah Kilab.
Mendapat kiriman susu unta itu, dia menangis, lalu berkata, “Saya mencium bau Kilab dalam susu ini.”
Beberapa perempuan yang berada di sampingnya berkata, “Kamu memang sudah tua dan pikun. Kilab sedang berada di Kufah, tetapi kamu mengatakan telah mencium baunya.” Kemudian ayah Kilab kembali bersenandung:
Aku dicela, sungguh tanpa dasar ilmu kau mencelaAdakah para pencela mengerti apa yang kurasaKan kuadukan Umar kepada TuhannyaYang memiliki hujjah yang mapanSebab Al Faruq tidak mengembalikan Kilab ke pangkuanDua orang tua renta yang hidup tanpa penjagaan
Melihat kondisi ayahnya seperti itu, Umar berkata kepada Kilab, “Pulanglah! Ayahmu kau tinggalkan dalam keadaan lemah. Saya tetap akan memberimu bagian.”
Kilab mendengar seorang pengendara kuda menyenandungkan syair tentang ayahnya:
Umurmu sebagai tebusan,Ayah Kilab tidak akan kubiarkanTua renta,berduka cita penuh penderitaanDemikian pula, seorang ibu yang selalu menyayangSetelah tidur, dia panggil KilabAgar pergi mencari kemuliaan atau harta bendaNamun kuharap dengan hal itu ku dapat pahala.
Sumber: Kisah Kisah Teladan Bakti Anak kepada Ibu Bapak, Ibrahim bin Abdullah Musa Al Hazmi,Media Hidayah 2004
No comments:
Post a Comment